Wirausahawan cemas terhadap banjirnya produk impor di Indonesia.
Cina
Akibat peningkatan tariff impor dari Amerika Serikat, mereka khawatir Cina akan memindahkan barang ekporanya menuju negara-negara lain seperti Indonesia.
Ketua Umum ALFI Institute serta Penasihat Utama Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, mengemukakan bahwa walaupun terdapat surplus perdagangan antara Indonesia dengan Amerika Serikat, pengaruh langsung dari implementasi aturan tariff yang baru ini masih cukup minim.
Meskipun demikian, ia mengingatkan pemerintah dan sektor bisnis untuk waspada terhadap efek berkelanjutan dari keputusan perdagangan Amerika Serikat, termasuk potensi kenaikan tariff lebih lanjut.
“Akhirnya hal ini bisa mengakibatkan peningkatan impor barang-barang dari Cina dengan harga yang sangat bersaing merushing Indonesia,” ujar Yukki saat diwawancarai.
SAM.co.id
, Kamis (3/4).
Mari kita lihat bahwa efek dari keputusan Amerika Serikat untuk meningkatkan tariff mungkin berdampak positif pada negara-negara ASEAN, lebih spesifik lagi Vietnam, dan hal ini dapat menguntungkan Indonesia.
Menurut dia, pergantian jalur pasokan atau supply chain dari Vietnam akibat bea masuk yang lebih tinggi bisa memberikan keuntungan bagi Indonesia sebagai pilihan lain untuk berinvestasi dan memproduksi.
Dia menyebutkan bahwa peningkatan tariff akan mempengaruhi barang-barang seperti peralatan elektronik, pakaian, sepatu, serta furniture dari Vietnam. Ini memberi kesempatan kepada Indonesia untuk meningkatkan posisi negara menjadi sentra supply chain yang lebih unggul dan efektif.
Akan tetapi, dia mengharapkan pemerintah untuk segera bereaksi terhadap keputusan Trump. Di antara tindakan-tindakan tersebut meliputi peningkatan kemudahan dalam berbisnis, penyederhanaan prosedur perizinannya, mendorong efisiensi sistem logistik dan infrastukturnya, serta membentuk lingkungan bisnis yang lebih baik dengan menghilangkan praktik suap laris.
“Oleh karena itu, di masa depan bisa memanfaatkan kesempatan dari pemindahan bisnis banyak perusahaan dari negera-negera dengan bea masuk lebih tinggi seperti Vietnam, Laos, Kamboja, dan bahkan Thailand,” jelas Yukki.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, menganggap penambahan tariff sebesar 32% oleh Amerika Serikat terhadap barang-barang Indonesia merupakan ancaman signifikan yang tak boleh diremehkan.
Dia menyebutkan bahwa alasannya, yaitu penerapan tariff hingga 64% terhadap barang dari Indonesia oleh Amerika Serikat, tidak tepat. Menurutnya, kalkulasi itu dibuat berdasarkan rasio defisit dagang dibagi dengan total ekspor, bukan pada tingkat bea masuk nyata yang diberlakukan.
“Teknik ini rusak namun digunakan sebagai dalih untuk mendesak Indonesia tanpa persetujuan. Hal itu merupakan bentuk proteksi jelas-jelas yang merugikan negara kita,” ungkap Andry dalam pernyataannya pada hari Kamis, 3 April.
Menurut dia, tarif tersebut secara langsung mempengaruhi sektor ekspor unggulan Indonesia yang mencakup tekstil, pakaian, dan alas kaki dengan kontribusi sebesar 27,5% dalam total ekspor menuju Amerika Serikat. Tambahan lagi, produk-produk penting lainnya seperti kelapa sawit dan karet ikut mengalami dampak.
Andry menyebutkan bahwa pengaruh dari kenaikan tarif impor tidak hanya mempengaruhi bidang perdagangan, melainkan juga dapat membahayakan jutaan pekerja yang bertumpu pada industri-industri tersebut.
“Andry mengatakan, ‘Apabila pemerintah tetap bungkam, kita tidak hanya akan kehilangan pasar utama, namun juga akan ada gelombang PHK masif di masa depan yang bahkan lebih parah,’.”