SAM.CO.ID, JAKARTA – Pengamat ekonomi Ibrahim Assuabi meramalkan bahwa nilai emas global kemungkinan akan menembus angka US$3.200 per troi ons secara cepat akibat dampak dari penerapan tariff balasan yang sedang terjadi saat ini.
reciprocal tarrif
Amerika Serikat (AS).
Dia mengatakan bahwa peningkatan ketegangan geopolitik, terlebih lagi di wilayah Timur Tengah, juga berkontribusi pada penguatan trend kenaikan harga emas sebagai instrumen pelindungan nilai. “Pagi ini sempat mencapai level 3.180 dolar AS per troy ons, jadi bisa diprediksikan dalam seminggu ke depan mungkin akan tembus ke angka 3.200 dolar AS per troy ons,” ungkap Ibrahim saat berada di Jakarta, hari Kamis.
Di samping itu, pernyataan Amerika Serikat kepada Iran agar berkolaborasi pada persoalan reaktor nuklir dapat pula mendorong kenaikan harga emas. Perlu diketahui, seperti dilaporkan dari website tersebut,
harga-emas.org,
Harga emas global sekarang terletak pada tingkat 3.105,60 dolar AS per troy ons.
Sebagai bagian dari kebijakan di bawah kepemimpinan Donald Trump, bea masuk tambahan akan diberlakukan bagi beberapa negara mulai tanggal 9 April 2025. Tarif tersebut mencakup China dengan angka 34%, Vietnam 46%, Taiwan 32%, Korea Selatan 25%, Uni Eropa 20%, serta Swiss 31%.
Pada sementara ini, Indonesia menempati posisi kedelapan dalam daftar negara-negara yang mengalami peningkatan tariff dari Amerika Serikat sebesar 32 persen.
Di samping itu, Ibrahim juga menekankan tentang situasi di Benua Eropa, tempat walaupun sudah tercapai kesepakatan damai antara Russia dan Ukraine, masih ada dua negara dari Eropa yang berencana mengirim tentara guna membantu Ukraina. Keadaan ini mendorong potensi peningkatan ketegangan dalam wilayah tersebut, sehingga semakin membuat emas menjadi pilihan favorit para pemodal sebagai benteng keamanan finansial mereka.
Selanjutnya, aturan tariff terbaru dari Amerika Serikat memberikan dampak merugikan bagi nilai tukar rupiah serta kondisi pasar finansial di Indonesia. Menurut perkiraan Ibrahim, mata uang nasional tersebut mungkin akan mengalami penurunan nilainya mencapai angka Rp 16.900 untuk setiap dolar AS, bahkan ada kemungkinan dapat melonjak lebih tinggi lagi mendekati batas Rp 17.000 per dolar AS dalam periode yang tidak lama ini.
Pada saat bersamaan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan jatuh sebesar 2 hingga 3 persen dalam sesi perdagangan Senin depan karena adanya peningkatan ketidakstabilan di tingkat global. Agar dapat memitigasi efek negatif dari perang dagang tersebut, Ibrahim merekomendasikan kepada pihak Pemerintah Indonesia agar menyusun kebijakan pembalas dengan cara memberlakukan bea masuk yang setara terhadap produk-produk asli Amerika Serikat.
Di samping itu, pemerintah harus berupaya mendapatkan peluang pasar luar negeri tambahan karena Indonesia sebagai anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) bisa dijadikan opsi lain bagi arus perdagangan. Untuk meredam efek buruk dari perselisihan perdagangan tersebut, disarankan adanya paket stimulus ekonomi.
Dalam konteks kebijakan moneter, Bank Indonesia (BI) dipercaya untuk melanjutkan langkah intervensinya di pasar finansial, lebih spesifik pada transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), bersamaan dengan perdagangan mata uang asing dan surat utang, demi mempertahankan ketahanan nilai tukar rupiah.