SAM.CO.ID – JAKARTA.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) yang mengubah ketentuan tentang Pelaksanaan Layanan Pembiayaan Sosial berdasarkan Teknologi Informasi (LPBSTI), juga dikenal sebagai pembiayaan fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Menurut rancangan SEOJK yang dimaksud, perusahaan fintech lending wajib menegaskan bahwa ada jaminan serta jaminan tambahan bagi transaksi pinjaman melebihi dua miliar Rupiah. Diatur juga batas waktu hingga satu tahun setelah pengesahan SEOJK agar kebijakan tentang jaminan dan jaminan tambahan ini dapat diterapkan dengan baik.
Menjawab masalah tersebut, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) tidak menyangkal bahwa jaminan merupakan aspek penting dalam sektor fintech pendanaan.
Kepala Hubungan Masyarakat AFPI Kuseryansyah menilai, adanya agunan juga diperlukan mengingat batas atas pembiayaan fintech lending yang baru saja meningkat dari Rp 2 miliar ke Rp 2 miliar.
Dia menerangkan aturan itu juga bertujuan untuk memastikan pembiayaan yang disalurkan lender terjamin dengan adanya agunan apabila terjadi suatu risiko gagal bayar.
“Sungguh, perlunya adanya jaminan ini penting. Jaminan tersebut dapat berupa bentuk fisik atau non-fisik. Apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran, kita masih bisa menghubungi peminjam. Yang utama adalah mereka harus memiliki kemampuan untuk membayar,” paparnya, Kamis (27/3).
Menurut Kuseryansyah, jaminan untuk pendanaan besar sebenarnya tidak selalu dibutuhkan jika peminjam yang menerima dana telah menunjukkan bahwa usahanya stabil dan berkelanjutan.
“Bila terdapat peminjaman melebihi angka dua miliar rupiah dan telah beroperasi selama beberapa dekade, menggunakan agunan dapat menjadi hal yang rumit. Bahkan keberadaannya selama bertahun-tahun tersebut merupakan jaminan tersendiri bagi pinjaman,” katanya.
Selanjutnya, Kuseryansyah menyebut bahwa pada platform konsumtif, tidak terdapat peraturan soal agunan maupun jaminan.
Menurutnya, jaminan yang ditawarkan oleh pendanaan konsumen berasal dari mutu setiap lembaga peminjaman teknologi finansial di sektor konsumsi saat mengevaluasi dan memberi peringkat potensial debitur.
borrower
.
“Lebih baik lagi untuk mengamankan pendanaan,” ungkap Kuseryansyah.