Presiden AS Donald Trump secara resmi menyatakan peningkatan bea masuk bagi hampir seluruh negara, termasuk juga Indonesia.
Detil mengenai peningkatan tariff impor tersebut diungkapkan lewat akun Instagram @whitehouse yang mencantumkan daftar negara-negara yang akan dipengaruhi oleh kebijakan ini. Kini, Indonesia harus membayar tambahan tarif sebesar 32%. Berbagai negara ASEAN lainnya juga ikut mendapat dampak dari pengenaan tariff ini. Contohnya, Thailand dan Kamboja berhadapan dengan kenaikan menjadi 36% dan 49%, sedangkan Malaysia serta Singapura justru lebih ringan dengan angka 24% dan 10%.
Pada pidato tersebut, Trump menyebut bahwa dia menetapkan bea cukai yang lebih tinggi pada beberapa lusin negara-negara yang mencatat defisit dagang dengan AS. Dia juga menerapkan tarif basic sebesar 10% terhadap seluruh barang impor. Menurutnya, kebijakan ini disebut-sebut sebagai tarif resiprokal dan bertujuan untuk memperkuat industri produksi di Amerika Serikat.
“Kita sudah diserang, dicuri, dan dieksploitasi oleh beberapa negara lain,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari AP.
Pemerintah Trump sebelumnya sudah menetapkan tingkat tariff untuk produk-produk Amerika Serikat yang dieksport ke negara-negara partner perdagangannya. Pada kesempatan itu, Trump menyertakan unsur-unsur seperti bea masukan standar, rintangan dalam transaksi bisnis internasional, serta ‘kelakuan tidak jujur’ lainnya seperti penyesuaian nilai tukar mata uang secara ilegal.
“Tarif yang kami berlakukan akan kira-kira setengah dari apa yang mereka bebankan kepada negeri kami,” jelas Trump, seperti dikutip oleh CNBC.
Sebenarnya, beberapa negara memiliki tarif impor yang jauh lebih tinggi daripada apa yang telah diinformasikan. Misalkan saja China, yang terkena bea masuk 34%. Tetapi, menurut pihak Gedung Putih, peningkatan bea cukai bagi Cina ini akan ditambah pada tarif impor yang ada sebelumnya yaitu sebesar kurang lebih 20%. Oleh karena itu, secara efektif, China harus menghadapi tarif impor mencapai 54%.
Laporan Estimasi Perdagangan Nasional tahunan Kantor Perwakilan Dagang AS menggambarkan tarif rata-rata yang berlaku bagi para mitra perdagangan serta berbagai hambatan non-tarif seperti regulasi keselamatan makanan yang ketat, standar energi terbaharuan, dan pedoman dalam proses pengadaan publik.
Menurut dokumen itu, tarif ratarata yang berlaku bagi Most-Favored Nation (MFN) Indonesia adalah 8% pada tahun 2023. Untuk produk-produk tertentu, seperti hasil bumi, tarif ratarata mencapai 8,6%, sedangkan untuk barang-barang bukan makanan, angka ini turun menjadi 7,9%. Di sisi lain, Indonesia sudah menetapkan 96,3% dari daftar tarifnya dalam sistem Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tarif ratarata terikat WTO sendiri ditetapkan sekitar 37,1%.
Sejak satu dasawarsa lalu, Indonesia telah bertahap menambahkan bea masuk ke sejumlah komoditas, terutama bagi mereka yang bersaing dengan hasil produksi dalam negeri. Beberapa di antaranya meliputi peralatan elektronik, mesin penepung, zat kimia, kosmetika, obat-obatan, wine serta alkohol, kawat baja dan paku besi, hingga aneka jenis hasil tani.
Meskipun mayoritas harga untuk barang-barang bukan pertanian ditetapkan pada tingkat 35,5%, beberapa area spesifik seperti otomotif, logam tempa, baja, serta jenis bahan kimia tertentu mempunyai tarif lebih dari 35,5% atau masih tanpa batasan. Dalam industri peternakan dan perkebunan, sekitar 99% komoditi dikenakan tarif di atas 25%, hal ini menunjukkan sikap proteksi yang kuat oleh pemerintah Indonesia dalam aspek tersebut.
Di tahun 2024, para pemangku kepentingan Amerika Serikat dikabarkan mengekspreksikan keprihatinan mereka terhadap implementasi tarif oleh Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang telah ditetapkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk beberapa jenis produk dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi. Sebagai contoh, walaupun WTO sudah mensetting tarif nol persen pada subpos di bawah Kode Sistem Harmonisasi (HS) pos nomor 8517 — yaitu termasuk peralatan switching dan routing — Indonesia justru memberlakukan tariff impor sebanyak 10% bagi barang-barang tersebut.
Dokumen itu juga menggarisbawahi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/2024 yang menyatakan bahwa kendaraan listrik baterai jenis Completely Built Up (CBU) serta Completely Knocked Down (CKD) akan dilepaskan dari Pajak Penjualan Barang Mewah. Sementara itu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/2024 memberikan kebebasan dari Bea Masuk bagi kendaraan listrik CBU dan CKD apabila produsen mobil listrik melakukan konstruksi atau investasi dalam pabrik produksi kendaraan roda empat listrik di Indonesia.