Supplies of School, IT & Office Equipment


SAM

– Sosial media kini berubah menjadi platform di mana banyak individu menunjukkan cara hidup mereka.

Tetapi, tidak semua hal yang tampak mewah di internet merepresentasikan kebenaran.

Banyak individu yang menampilkan kemewahan palsu untuk memperoleh apresiasi serta fokus dari orang lain.

Berdasarkan ilmu psikologi, terdapat berbagai pola unik yang kerap kali mereka ungkapkan melalui platform-media sosial.

Seperti dilaporkan oleh Geediting pada hari Kamis (3/4), ada tujuh ciri umum yang sering ditampilkan oleh mereka yang berpura-pura kaya namun sebenarnya tidak:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
(List items were not provided so they’re kept as placeholders)


1. Produk Eksklusif dengan Label Harga Yang Menggiurkan

Seseorang yang sebenarnya kaya cenderung tidak memerlukan pembuktian kemakmuran mereka kepada pihak lain.

Di sisi lain, orang yang tampak kaya namun sebenarnya palsu biasanya menunjukkan barang-barang mewah bersamaan dengan label harganya atau struk pembelian.

Ini dilakukan agar orang lain yakin bahwa benda itu autentik dan berharga tinggi.

Di dalam ilmu psikologi, hal tersebut dikenal sebagai pengelolaan kesan, di mana individu mencoba mempengaruhi cara orang lain menilai diri mereka.


2. Gambar Bersama Dengan Uang yang Banyak

Orang-orang yang cuma mau tampak kaya kerap memposting gambar diri mereka bersama tumpukan uang, entah itu di tangannya, di atas meja, atau disusun secara apik.

Menurut psikologi sosial, tindakan ini menunjukkan kebutuhan akan validasi eksternal.

Sebenarnya, mereka yang sungguh-sungguh kaya cenderung melakukan transaksi tanpa tunai dan jarang menunjukkan uang dalam bentuk fisik dengan berlebihan.


3. Pamer di Mobil Mewah (Tapi Bukan Miliknya)

Satu metode lama ialah mengambil gambar di hadapan atau di dalam mobil mahal yang sesungguhnya tidak dimilikinya.

Banyak orang yang mengontrak kendaraan hanya untuk pemotretan atau menggunakan mobil milik sahabat mereka.

Di bidang psikologi, hal itu berhubungan dengan konsep pameran pengeluaran yang mencolok, di mana individu memboyong atau menggambarkan produk-produk eksklusif guna meningkatkan derajat sosialnya, padahal sesungguhnya tak sanggup.


4. Pendaftaran di Penginapan Eksklusif dan Rumah Makan Mewah ( Tanpa Menyicipkan Servisnya)

Pendaftaran menginap di hotel berbintang kelima atau makan malam di restoran eksklusif kerap dipakai sebagai indikator status sosial yang tinggi.

Namun, biasanya mereka hanya muncul untuk berselfie ria di lobby atau memesan minuman termurah agar dapat mengunggah fotonya ke media sosial.

Phenomenon ini dikenal sebagai status signaling, yakni menampilkan tingkat sosial tanpa sungguh-sungguh mengikuti pola hidupnya.


5. Memposting Kalimat Inspiratif Tentang Keuangan Dan Kesuksesan

Pemilik kekayaan semu ini kerap melimpah akun mereka dengan kutipan inspiratif sepeti “Usaha keras takkan pernah mengecewakan” ataupun “Para pemenang selalu punya cara pikir yang unik”.

Walau tak ada kesalahan pada kutipan motivasional tersebut, biasanya hal itu dipakai sebagai cara untuk menyembunyikan perbedaan antara kenyataan sebenarnya dan gambaran ideal yang hendak dibentuk.

Dalam bidang psikologi, fenomena tersebut dikenal sebagai ketidakseimbangan kognitif atau cognitive dissonance, di mana seseorang berusaha mengatasi konflik antara pemikirannya dan perilakunya.


6. Memajangkan Gaya Hidup “Mewah” Tetapi Terus-menerus Meratap tentang Kehidupan

Salah satu indikator seseorang yang memamerkan kemewahan palsu adalah kurangnya kesesuaian dalam cerita mereka.

Sebuah pihak, mereka berharap untuk tampil sebagai orang yang berhasil dan puas, namun sebaliknya, mereka kerapkali meratapi beban hidup, rasa lelah, ataupun kesulitan finansial.

Berdasarkan teori tentang penampilan diri, hal itu dapat menunjukkan bahwa mereka sedang mencoba membentuk imej khusus; akan tetapi, keadaan sebenarnya yang dihadapinya jauh berlainan.


7. Terlalu Sering Mengunggah Hal-hal tentang Kemakmuran Mereka

Orang yang sungguhan berkelimpahan cenderung menjaga privasi mengenai finansial mereka, sedangkan mereka yang merasa kaya semu justru selalu menceritakan tentang harta bendanya.

Sering kali mereka memposting gambar perjalanan mewah, arloji berharga, atau bahkan unggahan tersirat seperti “Sangat lelah karena rapat sepanjang hari, namun penting untuk selalu mensyukuri dapat melakukan pertemuan dari dalam pesawat pribadi.”

Berdasarkan studi, individu yang mengalami kekurangan rasa percaya diri cenderung menggunakan platform-media sosial sebagai sarana untuk menciptakan gambaran yang melebihi realitas.


Kesimpulan

Perilaku orang yang pura-pura kaya di platform-media sosial dapat dianalogikan dengan beberapa teori dalam ilmu psikologi contohnya adalah manajemen kesan, sinyal-status, serta disonansi kognitif.

Orang-orang yang pura-pura kaya biasanya mempunyai keperluan mendalam untuk penghargaan sosial dan mengharapkan pengakuan sebagai individu yang berhasil.

Akan tetapi, gaya hidup yang sangat bergantung pada penampilan palsu dapat memiliki dampak merugikan, entah itu dari segi psikologi atau keuangan.

Sebaiknya kita mengutamakan pembangunan diri dan mencapai kesuksesan substantif daripada berupaya untuk tampak kaya.

Namun demikian, hal yang paling penting bukanlah seberapa menarik penampilan kita dimata oranglain, melainkan bagaimana perasaan kita mengenai diri kita sendiri.

Pernahkah Anda menjumpai indikasi seperti itu di platform-media sosial? Atau malahan sempat terpicu untuk mengikutinya juga?