Supplies of School, IT & Office Equipment


Idul Fitri diperingati di berbagai belahan dunia termasuk daerah-daerah konflik bersama Israel. Penduduk Palestina, Suriah, Yaman serta Lebanon memperingatinya.


Lebaran


Tahun ini dihadapkan pada ancaman serangan dari Israel beserta masalah finansialnya. Mereka dituntut untuk mencari jalan agar dapat merayakan ritual agamanya dengan hormat serta mendapatkan momen istimewa untuk buah hatinya akibat konflik tanpa henti tersebut.


Palestina


Lebaran di Gaza umumnya merupakan waktu untuk bertemu dengan keluarga dan makan bersama. Di hari tersebut, anak-anak sering tampil dengan pakaian baru mereka sambil tersenyum lebar. Tetapi, situasi tahun ini sangatlah berbeda. Kali ini, Idul Fitri disertai oleh perpindahan paksa, kesedihan, dan rasa takut karena gempuran militer Israel yang masih berlangsung tanpa henti.


Dalam kesan cemas seperti itu,


warga Palestina


Lanjutkan melakukan shalat Idul Fitri di antara remains dari masjid yang dahulu gagah, serta di lokasi-lokasi pengungsian sementara, atau di sekolah-sekolah yang ramai dan padat. Keuletan penduduk Gaza sudah lama memberikan inspirasi bagi dunia, tetapi sejalan dengan pembantaian yang mencapai tahun keduanya, bobot kesedihan menjadi semakin berat.


Dikutip



Al Jazeera



Nahla Abu Matar, seorang ibu berusia 28 tahun dari Gaza, menyampaikan, “Hari Idul Fitri yang biasanya dipenuhi dengan pertemuan dan silaturrahmi keluarga, saat ini jadi momen perpisahan dan pemakaman.”


Berdasarkan informasi dari Kementerian Kesehatan Gaza, minimal 22 jiwa menjadi korban akibat serangan udara Israel di awal Hari Pertama Idul Fitri. Serbuan bom bertubi-tubuh, yang semakin parah sejak tanggal 18 Maret, mengakibatkan kematian lebih dari 900 orang serta luka-luka hampir 1.300 orang lagi, sesuai dengan laporan tersebut.



Morocco World News



.


Untuk sebagian besar orang, sekadar merayakan Lebaran dengan cara termudah sekalipun terasa mustahil. Kekhawatan mengguncang jalanan, menjadikan silaturahmi ke rumah kerabat sebagai tindakan berisiko tinggi hingga membahayakan nyawa.


Kondisi untuk warga Palestina di wilayah Tepi Barat yang diduduki tak juga membaik. Mereka masih berurusan dengan ancaman dari pendudukan Israel yang keras dan tingginya level kekerasan oleh para pemukim.


Pada pagi hari

Idul Fitri

, Minggu, 30 Maret 2025, tentara Israel melontarkan gas air mata terhadap penduduk Palestina saat mereka berkunjung ke pemakaman keluarga dan kerabat dekat di kamp pengungsian Jenin. Hal ini bahkan terjadi ketika waktu tersebut semestinya dipergunakan untuk peringatan dan doa, namun masyarakat Palestina tetap tak bisa lepas dari tindakan keras.


Suriah


Pada saat yang sama, masyarakat Suriah sedang merasakan masa depan baru usai menghabiskan berpuluh tahun tinggal di bawah kekuatan rejim otoriter.


Bashar al-Assad


Pertama kali sejak jatohnya pemerintahan Assad, rakyat Suriah dari berbagai wilayah mengadakan perayaan Idul Fitri di masjid-masjid serta area publik pada hari Senin pagi ini.


Ahmad Al-Sharaa, tokoh oposisi yang sekarang menjabat sebagai presiden, hadir dalam pertemuan tersebut.


salat Idul Fitri


Pertama di Istana Rakyat di Damaskus yang menghadirkan pidato bertemakan babak baru untuk Suriah,



Middle East Eye



Melapor. Dia di dampingi oleh Menteri Luar Negeri Asaad al-Shaibani, Ketua Majelis Fatwa Sheikh Osama Al-Rifai, para pemimpin militer dari Kementerian Pertahanan, serta wakil-wakil pemerintah lainnya.


Ratusan orang dari masyarakat Suriah melakukan sholat Idul Fitri di tempat-tempat yang sudah ditetapkan oleh Departemen Keagamaan dan Zakat, seperti Makam Prajurit Tidak Diketahui, yaitu monumen peringatan peperangan di pusat pemerintahan negara tersebut, yang dulunya diberlakukan aturan kunjungan sangat terbatas selama masa kekuasaan Assad.


Kondisi tersebut disambut penuh sukacita oleh masyarakat Suriah. Raghad, berusia 26 tahun, yang tiba kembali dari Yordania menuju Suriah, mengekspresikan rasa herainya. “Sebelumnya Anda tak akan pernah membayangkan untuk memotret di tempat ini, apalagi melihat kerumunan orang bersama-sama dalam jumlah begitu besar,” ucapnya. “Sungguh merupakan sebuah penglihatan yang hampir mustahil percaya.”


Untuk sebagian besar orang, tampilan shalat Idul Fitri yang luas dan dipenuhi oleh massa dari berbagai daerah di negara ini menandakan transformasi yang cukup besar dibandingkan dengan masa lampau.


Akan tetapi, acara itu ternoda dengan ancaman keamanan. Sejumlah hari sebelum Hari Raya Idul Fitri, Duta Besar Amerika Serikat untuk Suriah memberikan peringatan mengenai peningkatan potensi serangan teroris yang dapat menyasar “duta besar, organisasi-organisasi internasional, serta institusi pemerintah Suriah di Damaskus”.


Pihak berwenang lokal sudah melancarkan tindakan preventif terhadap ancaman serangan yang mungkin saja terjadi.


Yaman


Sejumlah waktu sebelum Lebaran, AS mengawali gempuran serangan udara yang berkelanjutan ke wilayah-wilayah terkendalinya.


Houthi


Di Yaman. Hal ini terjadi setelah Houthi menginformasikan niat mereka untuk tetap menargetkan kapal-kapal Israel di Laut Merah sebagai respons atas serangan yang dilancarkan Israel ke Gaza.


Yaman sudah mengalami masalah ekonomi parah yang mematikan negerinya dalam waktu lama. Penyerangan dari Amerika artinya tidak akan ada pengeluaran besar-besar untuk merayakan Lebaran sebab banyak orang khawatir keluar rumah dan pergi ke pasar.


Ahmed al-Ali, seorang penduduk asal Sanaa, menyampaikan hal tersebut. Dia dan keluarganya memilih untuk menangguhkan persiapan lebaran Idul Fitri lantaran khawatir akan adanya ancaman serangan udara dari Amerika Serikat yang mungkin terjadi saat mereka berbelanja di pasar. Biasanya, dia sudah mulai bersiap-siap merayakan Idul Fitri paling tidak sepuluh hari lebih awal.


Seorang merchant asal provinsi Saada berkata kepada



The New Arab



Edisi Bahasa Arab menyatakan bahwa serangan bom itu disengaja ditujukan ke area perumahan yang berdekatan dengan pasar untuk “menciptakan ketakutan di kalangan penduduk”.


Analisis ekonomi Sadiq Ali menyatakan bahwa dampak negatif perang sudah bertumpuk-tumpuk seiring berjalannya waktu di Yaman, menghilangkan kebahagiaan yang umumnya dirasakan pada hari raya Idul Fitri, sementara juga mencabut adat istiadat dan warisan budayanya.


Menurut kabar saat ini, rakyat sedang merasakan kesulitan dalam menjalani hari-hari mereka, serupa dengan ketakutan atas ancaman bom yang bisa datang dari AS dan Israel. Dia juga menyatakan bahwa konflik serta bermacam-macarmasalah di Yaman telah memicu kemiskinan yang semakin luas dan angka kelaparan yang meningkat.


Di samping itu, pegawai negeri belum menerima gaji mereka untuk delapan tahun berturutan secara beruntun, dan kondisi semacam ini sudah menyebabkan kemampuan membeli masyarakat Yaman merosot drastis, menurutnya.


Lebanon


Banyak keluarga di Lebanon merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan perasaan duka dan kecemasan, sebab negara ini masih bergelut melawan serangan dari Israel yang menyalahi kesepakatan gencatan senjata yang dimulai pada bulan November tahun lalu.


Walaupun begitu, masih banyak orang yang berkomitmen untuk melestarikan suciitas hari libur dan membuatnya menjadi spesial bagi putra-putri mereka. Di Libanon, sejumlah ayah pergi ke butik-butik pakaian, menanyakan pada pemilik toko tersebut apakah ada penawaran khusus sehingga bisa mendapatkan baju baru untuk anak-anak mereka dengan budget terbatas.


Khaled Arnadoun bertugas di suatu butik pakaian di Tripoli, kota utara Lebanon. Ia tengah menanti kiriman dari buah hatinya yang berdomisili di negara lain dengan harapan mendapatkan sejumlah dana. Uang tersebut akan digunakan untuk membelikan pakaian Lebaran bagi putrinya karena upah kerjanya tak mencukupi untuk membiayai keperluan pokok keluarga. “Walau bagaimanapun, kita perlu merasakan atmosfer Idul Fitri, bahkan jika artinyameminjam,” ungkapnya saat wawancara.



The New Arab



edisi bahasa Arab.


Pada saat bersamaan, di kawasan selatan, banyak pihak menyebutkan bahwa kedatangan hari Lebaran membawa kembali rasa duka kepada keluarga-keluarga yang merindukan anggota keluarganya yang sudah tiada, termasuk juga tempat tinggal mereka. Ribuan penduduk masih harus mengungsikan diri, terlebih warga dari daerah-daerah pinggiran, sebab Israel tetap menempati wilayah Lebanon di bagian selatan sambil melakukan serangan bertubi-tubi di setiap penjuru negara tersebut.