Supplies of School, IT & Office Equipment

Pada malam tersebut, tepat jam 9 malam, seharusnya menjadi waktu ziarah suci di mesjid kecil kami. Biasanya remaja laki-laki dan perempuan beradu nyanyi dalam tempo do’a takbir, memberikan nada penghargaan pada Tuhan. Akan tetapi, momen tenang itu mendadak hancur karena dentuman kembang api yang keras mengejutkan pendengaran kita. “Braaaakk!” Bunyi peledakan bergema beberapa kali di dekat masjid. Sungguh ironis bahwa penyalur bunga api ini justru adalah para orang tua, tidak seperti generasi muda mereka.

Banyak petasan yang dibakar. Pada satu titik, sebuat petasan raksasa menyala. Bunyi ledakannya sangat keras dan menegangkan. Mendadak saja, teriakan takbiran meredup. Ternyata, alat peraga suara masjid kita bermasalah. Ketika diteliti lebih lanjut, kerusakannya bukan pada mikrofon, pemixer, ataupun penguat daya; tetapi saluran TOA di atas genteng telah pecah karena dampak peledakan petasan tersebut. Sebanyak tiga saluran TOA itu hancur. Di malam hari itu, masjid kami sunyi tanpa adanya takbiran, meninggalkan kesedihan mendalam dalam hati para anak-anak.

Peristiwa tersebut memberikan pengalaman sangat bernilai bagi kita semuanya. Malam takbiran sebaiknya dipenuhi dengan doa dan introspeksi pribadi, bukan digunakan untuk meledakkan kembang api yang justru kurang bermanfaat. Bunyi letusan kembang api itu tidak cuma ganggu konsentrasi dalam menjalankan ibadah, tapi juga bisa mencelakakan serta merusak sarana publik. Benar-benar menyedihkan apabila ritual sakral tercoreng oleh perilaku tanpa tanggung jawab seperti itu.

Beragam lokasi melihat kejadian yang sama. Petrangon dipicu dimanapun, sedangkan pejabat nampak tidak mampu untuk meredanya. Paradoksnya, produksi petrangon menjadi lebih gampang lantaran komponen-komponennya dapat didapatkan dengan mudah lewat internet tanpa adanya pantauan ketat oleh pihak pemerintah. Sehingga, siapapun memiliki kemampuan menciptakan serta membakar petrangon tanpa mempertimbangkan akibat buruknya.

Penggunaan petasan memiliki dampak negatif yang serius dan harus diperhitungkan. Secara medis, petasan mampu menimbulkan cedera seperti terbakar, masalah pendengaran hingga kerusakan penglihatan apabila digunakan tanpa penanganan yang tepat. Di samping itu, bunyi pekikan kuatnya dapat menjadikan pasien penyakit epilepsi alami kejang serta meresahkan sistem syaraf mereka. Debu asap hasil pemakaian petasan pun rawan membawa efek buruk kepada saluran nafas para individu di lingkungan tersebut.

Dalam konteks lingkungan, pemakaian petasan serta kembang api menghasilkan gas-gas pencemar seperti karbon dioksida dan metana—zat-zat ini memperburuk fenomena pemanasan global. Debu-debu dari percikan-percikannya bisa merusak pertumbuhan tanaman dan turut mendekati kualitas air. Tambahan lagi, residu hasil ledakan petasan semakin menyebabkan penimbunan sampah yang ikutan menebalkan masalah polusi alam sekitar.

Dari segi perundangan, pemakaian kembang api dikendalikan oleh UU Darurat No. 12 tahun 1951 serta Pasal 187 KUHP, yang menginformasikan bahwa pemanfaatan material ledak tanpa persetujuan resmi bisa mendatangkan hukuman pidana. Akan tetapi, implementasi aturan terkait pelanggaran tersebut belum sepenuhnya kuat, menjadikan sebagian besar masyarakat kurang takluk dan melanjutkan kebiasaan membakar kembang api tanpa berpikir panjang akan akibatnya.

Dalam perspektif beragama, pemakaian kembang api saat perayaan keagamaan kurang didukung oleh landasan yang kokoh. Sebagaimana itu, sejumlah pakar agama telah menyatakan larangan terhadap penerapan kembang api dengan alasan ini dipersepsikan sebagai penyalahgunaan sumber daya serta bisa menciptakan gangguan pada keseluruhan masyarakat. Agama Islam menekankan kepada para pengikutnya agar senantiasa mempertahankan harmonisasi sosial dan menghindari segala bentuk perilaku yang dapat mendatangkan kerusakan baik bagi diri mereka sendiri ataupun individu lain.

Pada malam tersebut, kami merenungi dengan sungguh-sunguh. Acara takbiran yang semestinya menguatkan hubungan spiritual kita bersama Sang Pencipta serta memupuk rasa persaudaraan dalam masyarakat, justru tercoreng akibat perilaku beberapa pihak yang kurang bertanggung jawab. Sebaliknya, generasi muda yang sepatutnya menyerap pelajaran tentang agama dan gotong royong, jadi saksi bisu atas teladan negatif dari para adulternya.

Sebagai warga masyarakat, kita harus melakukan refleksi diri dan mengadopsi tindakan nyata agar hal-hal seperti ini tidak berulang lagi. Pelatihan tentang risiko dan konsekuensi merugikan dari kembang api perlu dipromosikan dengan baik, terutama bagi anak-anak dan pemuda. Selain itu, pihak pemerintah bersama jajaran penegak hukum seharusnya menjadi lebih kuat dalam melaksanakan aturan yang ada berkaitan dengan penggunaan kembang api dan juga memantau distribusi komponennya.

Di samping itu, kita harus mencari pilihan perayaan yang lebih selamat dan berarti. Sebagai contoh, bisa dihelat kompetisi takbiran, pertunjukan kesenian Islamik, ataupun aktivitas sosial yang mampu mendekatkan tali persaudaraan dalam agama tanpa membawa risiko atau ketidaknyamanan kepada pihak lain.

Pada malam tersebut, musholla kami sepi sunyi. Tetapi dalam kediaman ini, semoga muncul pemikiran segar tentang bagaimana menyambut hari kemenangan secara lebih bijaksana serta selaras dengan prinsip-prinsip mulia agama dan tradisi kita. Marilah menjadikan saat pengucapan takbir sebagai momentum untuk menguatkan hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan persaudaraan antarmuka, dan mensosialisasikan etika positif bagi anak-anak bangsa, tanpa perlu menggunakan kembang api yang cenderung memberi dampak negatif melebihi sisi baiknya.