Supplies of School, IT & Office Equipment


SAM,

JAKARTA — Beberapa perusahaan publikasi yang beragam mulai dari bank besar hingga entitas milik konglomerat telah memulai prosesnya.
Prajogo Pangestu
sedang mempersiapkan untuk melakukan tindakan pembelian kembali saham
buyback
usai libur
Lebaran.

Salah satu bank jumbo,
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA)
Sebagai contoh, mereka berniat melakukan pembelian kembali saham sebesar Rp1 triliun. Menurut manajemen BCA, langkah ini bertujuan untuk mempertahankan stabilitas transaksi saham di bursa saat menghadapi fluktuasi yang signifikan dan juga untuk mendorong keyakinan para pemegang saham.

“Perseroan tidak akan membeli kembali lebih dari 20% dari jumlah saham yang telah disetorkan, serta setelah proses pembelian tersebut, proporsi saham yang masih beredar [free float] minimal harus mencapai 7,5% dari total modal yang disetorkan,” demikian tertulis dalam keterangan terbuka manajemen BCA beberapa saat lalu.

Bank besar lainnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), telah menyediakan anggaran sebesar Rp1,5 triliun untuk melakukan pembelian kembali saham. Di sisi lain, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) merencanakan alokasi dana senilai Rp3 triliun guna operasi yang sama, sedangkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) berkomitmen untuk membeli kembali saham hingga batas maksimal Rp1,17 triliun.

Daftar perusahaan yang dimiliki Prajogo Pangestu seperti PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN), PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA), dan PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) juga sedang dalam posisi siap-siap.
buyback saham
Jumlah total dana yang dialokasikan oleh beberapa perusahaan milik Prajogo Pangestu untuk program pembelian kembali saham tersebut adalah Rp5 triliun.

Di samping itu, PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk. (ULTJ) berencana melaksanakan pembelian kembali saham dengan anggaran hingga Rp1,67 triliun. Sedangkan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) telah mengalokasikan Dana sebesar Rp300 miliar untuk membeli kembali tidak lebih dari 1,5% dari jumlah saham yang ada.

Tindakan pembelian kembali saham oleh sekumpulan perusahaan publik ini terjadi sementara performa harga saham mereka mengalamai penurunan drastis. Misalkan saja untuk Bank BRI Besar, harga saham BBRI telah anjlok sebesar 0,74% dari awal tahun hingga (year to date/YTD), yaitu sejak hari perdagangan pertama pada tanggal 20 Februari 2025 sampai dengan hari perdagangan sebelum liburan Idul Fitri, tepatnya pada tanggal 27 Maret 2025.

Selanjutnya, nilai saham BBNI mengalami penurunan sebesar 2,53%.
ytd
Dan nilai saham BMRI telah menurun sebesar 8,77% tahun ini. Di samping itu, harga saham BBCA tetap terpuruk dengan penurunan mencapai 12,14% sepanjang tahun.

Menurut emiten Prajogo Pangestu, harga saham BREN telah merosot sebesar 40,7% tahun ini. Selanjutnya, nilai saham TPIA menurun 4% secara year-to-date, sementara itu BRPT mengalami penurunan sebesar 22,83% year-to-date.

Dimas Krisna Ramadhani, Analis Modal Sama PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), mengatakan bahwa kebijakan pembelian kembali saham yang dilakukan sejumlah emiten seperti bank jumbo kemungkinan akan mendapat respons dari pasaran dalam periode waktu singkat. Dari segi tenggat menengah, penilaian terhadap nilai perusahaan ini cenderung lebih banyak dipandu oleh performa operasionalnya daripada langkah-langkah corporaat action semacam itu.

“Dengan kata lain, pasar cenderung memberikan respons positif terhadap saham perusahaan itu apabila kinerja bisnisnya mengindikasikan pertumbuhan. Sebaliknya, tindakan korporat yang berkaitan dengan harga saham akan lebih penting dalam mendorong perubahan singkat atau sentimen jangka pendek,” ungkap Dimas saat diwawancara oleh Bisnis beberapa waktu yang lalu.

Saat ini, Senior Market Chartist dari Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyebut bahwa pembelian kembali saham bertujuan untuk menstabilkan harga saham di pasarnya. Ia juga menjelaskan bahwa pergerakan saham emiten dapat dipengaruhi oleh adanya kegiatan tersebut.

Ketika data mengenai harga pembelian kembali (buyback) saham masih belum ada, pergerakan saham dari emiten tersebut relatif tenang. Namun, menurut Nafan yang berbicara dengan Bisnis, “ketika para investor mendapatkan informasi tentang harga buyback serta pada saat emiten menjalankan program buyback ini, maka kita bisa melihat peningkatan dalam nilai saham,” hal itu juga diikuti oleh pertambahan kapitalisasi pasarnya.