Supplies of School, IT & Office Equipment

Cerita tentang Air Kumbang: Saat Alam Memberikan dan Manusia Menyesuaikan Diri

Tahun-tahun sebelumnya, pemirsa TV dihebohkan dengan tayangan sinetron bernama Sengsara Membawa Nikmat.

Serial televisi ini sempat ramai dibicarakan lantaran alur ceritanya yang terus-menerus dan tak kunjungi penutup, sehingga beberapa penonton jadi merasa lelah dengan keadaan tersebut.

Walaupun demikian, nama dari sinetron tersebut sepertinya sangat sesuai untuk mendeskripsikan kondisi petani kelapa sawit di perkebunan mandiri dan plasma di daerah Air Kumbang pada masa kini.

Petani kelapa sawit mengalami kendala saat perlu memindahkan buah-buahan ke Lokasi Kumpulkan Produksi (TKP).

Pemangkasan tebu (satu istilah umum dalam perkebunan kelapa sawit) tertutupi oleh genangan air disebabkan hujan berkelanjutan.

Walaupun dipenuhi tantangan, mereka terus berjuang mencari solusi untuk menuntaskan tugasnya, seperti mengikuti kisah dalam judul sinetronya: bahwa dibalik derita, tersimpan kebaikan yang dapat diperoleh apabila kita tetap bekerja keras serta sabar.

Kondisi saat ini membuktikan bahwa hidup sering kali memberikan hambatan, namun bersamaan dengan itu ada pula kesempatan untuk terus bertahan serta mencari jalan keluar di tengah kesusahan.

Berburu Jamur

Pada awal bulan Maret 2025, sekaligus memulai bulan puasa pada tahun Hijriyah 1446, daerah Air Kumbang di kabupaten Banyuasin dilanda hujan deras.

Rintik hujan jatuh nyaris tiap harinya, entah itu di awal atau tengah hari. Keadaan tersebut membuat sejumlah daerah berair, khususnya tempat-tempat rendah seperti pekarangan rumah serta utamanya adalah kebun-kebunan.

Untuk para petani kelapa sawit, entah itu wiraswasta ataupun bagian dari jaringan Plasma, kondisi tersebut menuntut mereka untuk berusaha lebih keras lagi ketika melakukan pemanenan. Kebanjiran di jalur pengepulan hanya memperumitan proses panen tambahan bagi mereka.

Di kebun plasma tersebut, yang umumnya memakai angkong (lori) untuk transportasi, kini telah berpindah menggunakan drum plastik yang dipotong dan dirubah bentuknya menjadi perahu untuk membawa hasil panen.

Kondisi petani karet malahan semakin mengkhawatirkan. Ketika musim hujan tiba, mereka tak dapat melanjutkan aktivitas pemanenan lateks. Bila tetap dilakukan, batang pohon karet berisiko terserang penyakit, misalnya jamur atau masalah busuk pada getah, sehingga memberi dampak negatif bagi mereka di masa depan.

Kondisi iklim saat ini turut mempengaruhi pola penanaman pupuk. Penyuluhan penggunaan pupuk yang direncanakan harus ditunda lantaran pupuk yang ada sulit diterapkan ke ladang dikarenakan adanya banjir. Tentunya hal tersebut memberi tantangan tambahan bagi pertanian masyarakat untuk tetap menjaga hasil panen mereka.

Pada kondisi iklim yang tidak pasti semacam itu, tanggapan publik bervariasi. Beberapa orang mengeluh akibat gangguan disebabkan hujan tiada henti, tetapi sebagian lain justru senyum menyambutnya dengan mendeteksi kans baru dalam kesusahan.

Untuk para petani kelapa sawit yang umumnya beraktivitas mengepulkan buah, saat ini mereka telah mendapatkan kesempatan kerja tambahan yang memberikan keuntungan.

Di samping mengumpulkan buah kelapa sawit, orang-orang yang beruntung dapat sekaligus menampi jamur yang tengah berserakan. Bahkan ketika tak terdapat jadwal pemanenan kelapa sawit, mereka menggunakan kesempatan ini untuk “mencari” jamur di area perkebunan tersebut.

Di Air Kumbang, jenis jamur tersebut dikenali sebagai “Jamur Tahun”. Di sisi lain, di Bandung, masyarakat mengenalnya sebagai “Supa Su-ung”, sedangkan penduduk Jawa yang bertempat di Air Kumbang mempunyai nama tersendiri yaitu “Jamur Barat”.

Musim jamur ini memberikan keberuntungan khusus kepada masyarakat, apalagi dengan kondisi iklim yang tak selalu mendukung. Mereka bukannya putus asa, malah mencari jalan agar bisa tetap berkarya dan memperoleh penghasilan ekstra.

Ini menunjukkan bahwa dalam setiap tantangan terdapat potensi untuk dieksploitasi apabila kita bersedia bekerja keras serta mengamati hal tersebut dari sisi optimis.

Aneka Masakan Berbahan Jamur

Selama dua hari, rumah kami dikunjungi oleh para pembeli jamur. Pada hari Kamis sendiri, empat individu tiba langsung di tempat untuk menjual jamur, tanpa menghitung mereka yang mempromosikannya lewat platform digital seperti WhatsApp dan Facebook.

The next day, setelah shalat Jumat, seorang nenek datang diboyong oleh dua cucunya yang membawa jamur sebagai hadiah. Padahal, kita sebetulnya tak perlu membeli lagi karena freezer di rumah telah dipenuhi dengan berbagai macam jamur.

Tetapi setelah melihat kondisi nenek itu, kami pun memilih untuk membeli jamur miliknya juga. “Bagikan rejeki kita,” ujarku. Keadaan ini membuatku teringat bahwa meski sedang dalam kesusahan, tetap ada kesempatan untuk berbagi dan bersaling menolong.

Kemarin dan hari ini, jamur tampak seperti bintang utama di atas meja makan kita ketika buka puasa dan sahur. Paling tidak, ada dua jenis hidangan berbahan dasar jamur yang senantiasa hadir.

Beberapa masakan berbahan dasar jamur juga dipersiapkan di rumah kita, termasuk Bakwan Jamur, Tumis Jamur, Pepes Jamur, Sup Jamur, sampai Sambal Jamur.

Pertamanya, pilihan menu yang beragam itu enak dan menghibau, tetapi seiring waktu kami perlahan-lahan merasa bosan karena keberadaan jamur dalam hampir semua sajian.

Terakhir, kami memilih beralih ke pilihan hidangan lain demi mendapatkan ragam baru sehingga nafsu makan dapat terpacu lagi. Ternyata, apapun yang berlebihan, walaupun lezat, bisa menjadikan kita jenuh juga.

Semua Yang Terjadi Pada Kami Adalah Keinginan Allah

Semua peristiwa yang terjadi di alam semesta ini datangnya dari Allah Azza wa Jalla. Apakah itu kebaikan yang membawa kegembiraan atau pun musibah yang menguji ketabahan.

Tetapi, apabila hal-hal negatif terjadi pada kita, biasanya kita juga memiliki peran di dalamnya. Dunia diciptakan dengan keseimbangan yang ideal, namun saat manusia gagal mengatur alam semesta ini secara bijaksana, efek samping merugikan muncul sebagai akibat dari tindakan tersebut.

Tuhan Yang Maha Esa dengan tegas menyatakan di dalam Al-Quran:

“Sudah terlihat kehancuran di darat maupun di laut akibar dari perbuatan manusia, sehingga Allah memberikan dampak dari segelintir tindakan mereka itu kepada mereka sendiri. Tujuannya adalah untuk membuat mereka memutar balikkan cara berpikirnya.” (QS. Ar-Rum: 41)

Sebagai contoh, saat musim hujan datang, beberapa wilayah terendam banjir. Apabila ditelisik lebih jauh, akar masalahnya sering kali disebabkan oleh perilaku manusia—seperti penebangan hutan tanpa kontrol, pembuangan limbah secara acak, serta konstruksi yang tidak memperhatikan dampak lingkungannya.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa cobaan yang muncul tidak hanya sebagai pengujian, namun juga menjadi pembelajaran agar kita dapat lebih peka dan bertanggung jawab.

Rasulullah saw. bersabda:

“Seseorang yang melaksanakan tindakan berbahaya bagi orang lain, niscaya Allah juga akan memberikan bahaya kepadanya; dan siapa pun membuat hidup seseorang sulit, pasti Allah pula akan menjadikannya mengalami kesulitan.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Maka dari itu, marilah kita melakukan refleksi internal. Saat suatu bencana terjadi, pertanyakan kepada diri sendiri: bagaimanakah peranan kita dalam insiden tersebut? Sudahkah kita merawat lingkungan dengan benar? Sudahkah kita memenuhi kewajiban kita sebagai pemimpin di dunia?

Semoga semua hambatan dan kemudharatan yang menghantam kita saat ini dapat menjadi pelajaran dan dorongan agar kita bisa melakukan hal-hal lebih positif. Cobaan bukanlah penghentian, melainkan permulaan baru menuju perbaikan diri.

Mudah-mudahan kami semua dikaruniahi petunjuk serta kekuatan agar dapat tumbuh menjadi individu yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dan tempat tinggal kami.