Supplies of School, IT & Office Equipment


SINAR ABADI

– Kebanyakan bangunan bertingkat di Bangkok, Thailand, dirancang untuk tahan menghadapi guncangan dari gempa dengan kekuatan 7,7 skala magnitude yang terjadi pada Jumat (28/3/2025).

Hanya tercatat sebuah bangunan bertingkat yang roboh, meskipun pada saat itu sedang dalam tahap pembangunan.

Akun Instagram
@eric_ly
pada Sabtu (29/3/2025) mengunggah video yang menampilkan gedung-gedung tinggi di Bangkok bergoyang-goyang hingga air di kolam renangnya tumpah saat terjadi gempa.


Tetapi 99,9% gedung masih kokoh dan utuh. Tak ada struktur yang roboh atau kerusakan parah pada skyline tersebut. Kenapa demikian? Karena para insinyur di Thailand tak pernah memilih jalur tercepat dengan mengorbankan kualitas.
,” tulisnya.

Menurutnya, aturan pembangunan gedung di Thailand merupakan salah satu yang terketat di planet ini. Dibutuhkan waktu sekitar 18 bulan hanya untuk mendapatkan persetujuan desain struktural. Selain itu, setiap denah juga harus dipublikasikan.


Bagi para arsitek, insinyur, serta pekerja yang merancang dan mengonstruksi Bangkok dengan kejujuran, tugas kalian bukan sekadar membuat bangunan, tetapi juga melindungi jiwa-jiwa.
,” pungkas akun Instagram
@eric_ly
.


Bagaimana dengan Indonesia?

Anggota Dewan Pertimbangan Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI), Davy Sukamta menyebutkan bahwa jarak Bangkok dari titik asal gempa kira-kira 800 kilometer.

Walaupun dampaknya sangat kuat, getaran di Bangkok ataupun peningkatan permukaan bumi hanyalah sebesar 20 gal, yakni 20/1.000 kekuatan gravitasi. Ini sedikit lebih besar dibandingkan dengan apa yang pernah dirasakan Jakarta selama dua puluh tahun belakangan ini.

“Dari Jakarta dikabarkan tak terdapat bangunan pencakar langit yang roboh,” ungkap Davy ketika dihubungi.
SINAR ABADI
pada Minggu (30/3/2025).

Davy mengatakan bahwa aturan-aturan tentang pembangunan gedung yang tahan guncangan gempa di Indonesia telah cukup maju dan ketat. Yang menjadi tantangan sekarang adalah pelaksanaannya saja.

Aturan-aturan tersebut mencakup SNI 1726:2019 mengenai pedoman merencanakan kekuatan guncangan pada bangunan gedung dan bukan gedung; SNI 1727:2020 seputar muatan dasar minimal dan standarnya bagi bangunan gedung serta konstruksi lainnya; SNI 2847:2019 tentang syarat-syarat beton struktural di dalam pembangunan gedung beserta petunjuknya; SNI 1729:2020 sebagai rincian untuk membangun gedung dengan baja struktural; dan juga SNI 8460:2017 berkenaan dengan aturan-aturan perancangan geo-teknik.

“Maka jika berbicara tentang regulasi, Indonesia tak kalah bersaing dengan Thailand,” ujarnya.

Sebaliknya, dia juga mengakui bahwa baru-baru ini sistem izin pembangunan gedung telah dimodifikasi dengan maksud untuk mencegah hambatan birokratik dan mempercepat tahapan pelaksanaan.

Meskipun begitu, menurut Davy, bangunan-bangunan yang memiliki lebih dari delapan lantai di Indonesia tetap perlu dilakukan pemeriksaan mendalam oleh tim spesialis tertentu.

Karena itu, masih ada banyak pekerja lapangan yang dinilai membuat kesalahan ketika merancang pondasi dan struktur bangunan.

Oleh karena itu, ia menambahkan, Indonesia perlu tetap mengambil pelajaran dari musibah gempa yang melanda Bangkok. Harapannya, tidak akan terulang lagi insiden sejenis, seperti mungkin saja terjadi di Jakarta.

Satu kesimpulan yang dapat diambil adalah bangunan bertingkat di Indonesia harus diperiksa secara cermat berdasarkan laporannya dari para perencana.

“Batasan waktu akan diterapkan selama proses administrasi terkait dengan percepatan di masa depan. Sementara itu, kajian teknis perlu diselesaikan sepenuhnya,” jelas Davy.