Setidaknya 800 jamaah memilih untuk melaksanakan i’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan di Masjid I’tikaf Kampung Maghfirah, yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Mereka berasal dari berbagai daerah seperti Jabodetabek, Bandung, Padang, Palembang, Bengkulu, Kalimantan, Aceh, Kupang, hingga Papua.
Mereka melakukan ikhtikaf di Masjid I’tikaf Kampung Maghfirah karena lokasinya yang menyenangkan. Kondisi sekitar memberikan perasaan ibadah layaknya di Masjidil Haram.
“Masjidnya nyaman, bersih, dan hal yang paling utama adalah rasa letih dari beribadah selama lama seakan hilang tanpa jejak, karena kami diasuh dengan sangat baik oleh para guru. Suara imam saat sholat pun sangat memukau layaknya sholat di Masjidil Haram, sehingga tidak disadarinya, air mata sering mengalir,” ungkap Melinda, salah satu partisipan ikhtikar berasal dari Aceh.
Meskipun Yobi menyebut pelayanannya sebagai salah satu alasan dia berkunjung dari Depok ke Kampung Maghfirah. Tahun ini merupakan kali keempat baginya untuk melakukan ibadah ikhtikar di Masjid I’tikaf Kampung Maghfirah.
“Kenyamanan ibadah terjamin dengan pelayanan para pengurus dan santri yang sigap, ramah dan bersahabat,” tutur Yobi.
Berbeda halnya dengan Abdul Rasyid, seorang wali dari santri MILBoS (Maghfirah Islamic Leadership Boarding School), ayah dari tiga anak ini tak pernah absen dalam kegiatan ikhtikar selama empat tahun terakhir. Dia juga menyatakan memiliki pengalaman mendalam ketika merencanakan untuk membuka puasa di Masjid Ikhtikar Desa Maghfirah.
“Seperti diceritakan, 10 menit sebelum waktu buka puasa, para peserta ikhtikar telah berkumpul di depan deretan hidangan takjil. Sementara kita menantikan suara adzan, kita semua berdoa dipimpin oleh Syeikh dan Ustadz dengan doa penuh kesadaran hati yang mendalam. Dengan sungguh-sungguh kita memanjatkan permohonan pada saat yang tepat untuk didoakan, harapannya agar segala do’a terindah dapat dikabulkan oleh Allah,” katanya.
Masjid I’tikaf yang berlokasi di lereng Gunung Pangrango, desa Caringin, kabupaten Bogor menawarkan suasana istimewa. Udara sejuk di masjid ini menciptakan lingkungan yang sunyi dan tenang, ideal bagi jamaah untuk melaksanakan ibadah puasa serta mencari malam Lailatulqaadr dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhon.
Melakukan iktikaf di masjid ini memiliki nuansa tersendiri bukan saja dikarenakan atmosfernya yang tenang, tetapi juga berkat fasilitas-fasilitas yang ditawarkan oleh pengelola masjid. Misalnya, mereka menyediakan karpet tidur dan bantal bagi jamaah yang ingin istirahat serta kamar mandi yang rapi dengan air panas untuk digunakan saat memandikan diri.
Di samping itu, tim pengurus mesjid juga menyiapkan hidangan buka puasa dan sahur dengan aneka kuliner nusantara yang unik serta enak.
Agar kesejahteraan jemaah tetap terjaga, panitia juga menugaskan tim dokter dan petugas medis untuk mengawasi para peserta sepanjang masa iktikaf. Hal ini memungkinkan peserta melaksanakan ibadah mereka dengan lancar.
Waktu tersisa dari bulan Ramadhan tampaknya tidak menjadi percuma berkat rutinitas harian yang padat dipenuhi dengan aktivitas keagamaan wajib dan sunnah seperti shalat lima waktu, menunaikan puasa, serta membaca Al-Quran. Shalat-shalat sunah pun tetap teratur dan terarah dalam agenda tersebut.
Ustadz Isymal, yang merupakan kepala panitia iktikaf, menyatakan bahwa setiap peserta harus membacakan minimal 5 juz Al-Quran secara beramai-ramai dalam satu hari.
“Kami melaksanakan salat Tarawih sebanyak 1 juz, sholat Tahajjud juga 1 juz, serta tadarus Al-Quran senilai 3 juz, ini terpisah dari pembacaan Al-Qur’an sebagai sasaran masing-masing peserta,” papar Isymal.
“Disini setidaknya para jamaah dapat menyelesaikan Al-Quran hingga lima kali atau bahkan lebih selama sepuluh hari terakhir,” ungkap Ustad yang lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan Islam tersebut.
Selama masa iktikaf, para peserta menghadiri sesi-sesi pembelajaran tentang berbagai aspek keagamaan termasuk penalaran Al-Quran, pemahaman hukum Islam, studi Hadits, riwayat historis, interpretasi teks suci, serta topik-topik lainnya.
parenting
Yang dipimpin oleh beberapa masyayikh terkemuka seperti Syekh Riyadh, seorang Doktor yang ahli dalam bidang hukum Islam dari Suriah; Syekh Ali, seorang doktor dengan keahlian teologi keluaran kota Madinah; Dr. Ahmad Hatta, M.A pendiri serta penasehat Kampung Maghfirah; bersama para pengajar dan pakar-pakar di bidang pendidikan anak seperti Ustadz Deka Kurniawan, Ustadz Bendri Jaysurohman, Ustadz Ayah Irwan, dan Bunda Ely Risman.
Maka dengan demikian, menjalani 10 hari Ramadan di Masjid I’tikaf Kampung Maghfirah terasa semakin berarti sebab tempat ibadah tersebut seperti taman yang nyaman untuk mempelajari agama Islam.